Asma bronkial ialah salah satu penyakit kronik dengan tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Dalam dua puluh tahun terakhir, terjadi peningkatan jumlah pasien asma, terutama anak-anak. Prevalensi asma terus meningkat baik di negara maju maupun di negara berkembang. Berdasarkan data, 300 juta penduduk dunia menderita asma. Diperkirakan pada 2025 angka ini akan meningkat menjadi 400 juta jiwa dengan setidaknya 250 000 orang meninggal setiap tahunnya.
Di Indonesia pun jumlah penderita asma semakin hari semakin meningkat, namun tidak tercatat dengan baik. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan prevalensi asma yang sangat bervariasi. Yunus dkk. (2011) meneliti prevalensi asma di Jakarta dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) pada tahun 2001 dan 2008 dengan prevalensi kumulatif masing-masing 11,5% dan 12,2%. Kemudian, laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) oleh Kementerian Kesehatan Repubik Indonesia tahun 2007 menyatakan bahwa prevalensi asma di Jakarta mencapai 2,9%.
Penyakit asma memberi dampak yang luas terhadap aktivitas, produktivitas, dan kondisi sosial penderitanya yang akan meningkatkan beban pembiayaan kesehatan dan beban ekonomi masyarakat. Mereka akan mengalami kehilangan hari kerja atau hari sekolah serta mengalami gangguan aktivitas sosial lainnya. Selain terapi farmakologis, saat ini sedang berkembang terapi terbaru untuk pengobatan asma dengan cara mengirim energi panas melalui gelombang radio dengan alat bronkoskop ke beberapa
184 tempat dalam saluran udara penderita asma. Bronchial thermoplasty merupakan terapi nonfarmakologis pertama yang efektif mengobati asma berat dan terbukti dapat meningkatkan kualitas hidup penderita asma. Perlu dicatat bahwa prosedur bronchial thermoplasty dirancang untuk mengurangi gejala asma, bukan untuk menghilangkan penyakit asma.