Editorial
Obstructive Sleep Apnea : Panduan Tatalaksana Diagnostik dan Manajemen Terkini Obstructive sleep apnea (OSA) merupakan salah satu jenis gangguan napas saat tidur yang sering terjadi. Prevalensi OSA diperkirakan mencapai 14% pada pria dan 5% pada wanita. Penyakit OSA terjadi akibat episode berulang hambatan jalan napas atas, baik secara total (apnea) maupun parsial (hipopnea). Obstruksi ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen, hipoksia, dan hiperkapnia. Gejala yang dialami adalah dengkuran keras dan episode henti napas saat tidur di malam hari, sulit mempertahankan tidur, lelah, mengantuk, dan sulit konsentrasi di siang hari. Diagnosis OSA dapat ditegakkan melalui hasil polisomnografi (PSG), bila terdapat 2 atau lebih kriteria berikut: 1. Terdapat 5 atau lebih kejadian obstruksi pernapasan (apnea obstruktif dan campuran, hipopnea, atau respiratory effort-related arousals/RERA) per jam tidur pada pasien dengan satu atau lebih gejala: - Rasa kantuk berlebihan, tidur non-restoratif, kelelahan, atau muncul gejala insomnia - Bangun tidur dengan tahanan napas, terengah-engah, atau tersedak - Kebiasaan mendengkur, gangguan napas, atau keduanya yang disadari oleh orang lain yang tidur bersama atau orang lain - Hipertensi, gangguan mood, gangguan kognitif, penyakit arteri koroner, stroke, gagal jantung kongesti, atrial fibrilasi, atau diabetes melitus tipe 2. 2. Terdapat 5 atau lebih kejadian obstruksi pernapasan lebih kejadian obstruksi pernapasan (apnea obstruktif dan campuran, hipopnea, atau RERA) per jam tidur berdasarkan baku emas polisomnografi.
Telly Kamelia