Torakoskopi medis pertama kali diperkenalkan pada 1866 oleh S. Gordon dan diikuti oleh Hans Jacobeus, seorang dokter spesialis penyakit dalam, pada 1910. Antara 1915-1955, torakoskopi digunakan secara eksklusif untuk terapi pneumotoraks pada tuberkulosis. Pada awal tahun 1960-an, torakoskopi digunakan terutama oleh dokter ahli bidang pulmonologi di Eropa, dengan basis yang jauh lebih besaruntukdiagnosisbanyakpenyakitpleuropulmoner. Torakoskopi kemudian dikembangkan oleh dokter- dokter bedah toraks pada awal dekade ini dan dinamakan kembali menjadi torakoskopi “bedah”, lebih dikenal sebagai Video-Assisted Thoracoscopy Surgery (VATS), yang membutuhkan anestesi umum dengan intubasi endobronkial selektif, perlengkapan sekali pakai, dan setidaknya tiga jalur masuk.1
Torakoskopi medis adalah prosedur invasif minimal yang memungkinkan akses ke rongga pleura dengan menggunakan kombinasi instrumen visual dan tindakan. Prosedur dilakukan dengan anestesi lokal di bawah sedasi ringan. Prosedur ini memungkinkan prosedur diagnostik dasar (cairan pleura yang tidak terdiagnosis atau penebalan pleura) dan terapeutik (pleurodesis) untuk dilakukan secara aman. Torakoskopi medis juga membantu visualisasi langsung permukaan pleura sehingga memungkinkan biopsi pleura, evakuasi cairan pleura, dan pleurodesis. Sebagian dokter menggunakan teknik ini untuk menilai pneumotoraks, biopsi paru perifer pada penyakit paru interstisial, pembentukan jendela perikardial pada efusi perikardial maligna, dan simpatektomi pada pasien-pasien dengan hiperhidrosis. Torakoskopi medis dapat dilakukan dengan scope kaku atau scope semi-kaku dengan ujung fleksibel.3